Jumat, 02 Maret 2012

Cerita Pendek Menginspirasi

Terkadang manusia berperilaku tidak mencerminkan jati dirinya sebagai seorang manusia, lalu masih pantaskah kita dikatakan makhluk ciptaan yang mulia yang bermoral? 
Perlu kesadaran dari diri sendiri untuk menjadikan diri menjadi manusia yang seutuhnya,
                  Ketidak baikan yang setiap manusia alami dalam hidup bukanlah karena ia tercipta dengan penuh kekurangan ataupun karena orang sekitar yang menyebabkan seperti itu. Namun melainkan karena apa yang ia pikirkan, ucapkan dan lakukan belum dapat diikat oleh ketulusan bahkan penuh pamrih.. Itu artinya bahwa apapun yang ia lakukan selalu menginginkan hasil tanpa menyeimbangkannya dengan upaya yang ia lak...ukan. Mungkin ini hal yang wajar terdapat dalam diri manusia yang mana memiliki ego yang tinggi terhadap hidupnya. Terkadang ia ingin menjadi orang yang dihormati namun ia tidak pernah menghormati orang lain, dilain kesempatan ia ingin tumbuh menjadi orang yang pintar namun ia tak pernah berusaha untuk belajar. Dan dari sisi materi, ia ingin hidup sebagai orang kaya namun ia tidak pernah bekerja dengan profesional hingga gunanya hanya sampai disitu saja. Jadi sesungguhnya ketidakbaikan seseorang bersumber dari dalam diri orang itu sendiri. Selain itu, ada 5 hal yang menyebabkan manusia itu buta hati dan pikiran sehingga ego dalam dirinya tak terkendali lagi, kelima hal itu adalah rupa, harta, tahta, Guna, wangsa. Namun kita harus selalu percaya bahwa tak ada segala sesuatu yang abadi didunia ini. Maka syukuri apa yang telah kamu miliki hari ini, karena hal mungkin saja tak kau miliki esok.                                                                                              Terkadang manusia bersandar di tempat yang rapuh sehingga hampir menjatuhkan dirinya. Keinginan untuk dapat menjadi yang lebih baik selalu ada didalam dirinya, ia berpikir tentang keindahan, kedamaian dan kebahagian, namun tindakannya tidak serta merta ikut mendukung agar terciptanya keadaan seperti itu. Begitu juga lingkungannya yang terkadang merintangi keinginan-keinginan baik itu sehingga mengh...ambatnya. Realita kehidupan ini memang sulit, kecerdasan tidaklah cukup menjadikan manusia berguna, memiliki rupa yang indah belumlah bisa memberikan kebahagian, begitu pula harta yang melimpah belum bisa membawanya ke arah kedamaian. Sesungguhnya yang terpenting adalah pengendalian diri, bagaimana agar dapat menuntut diri kita ke arah-arah yang positif
              Manusia terlahir diselimuti oleh kekurangan-kekurangan yang ada di dalam dirinya menuju kesempurnaan jiwa yang bisa tercapai juga karena dirinya sendiri. Manusia lahir bagaikan selembar kertas kosong yang belum tersentuh pena cerita kehidupan.. Raganya masih suci dengan kepolosan jiwa, namun ketika waktu terus membawanya untuk melewati setiap dimensi, maka sedikit demi sedikit selembar kertas koso...ng itu akan mulai tertulisi oleh kisah-kisah hidup yang akan menentukan taraf hidupnya dibumi. Namun terkadang disetiap kisah yang tertulis itu berisi coretan-coretan kesalahan yang seringkala menjadikan cerita hidupnya tak seindah yang dinginkan.

Manusia ketika terlahir sebagai bayi menangis karena ia tahu betapa beratnya hidup didunia ini sebagai manusia. Namun disisi lain ada yang senang ia orang tua beserta kerabat yang bahagia karena ada anugrah sang pencipta yang terlahir ke dunia. Manusia terus tumbuh waktu demi waktu menjalani kodratnya hingga ia menjadi manusia sesungguhnya dan berguna bagi lingkungannya. Hingga tiba ajal menjemputnya, ketika keadaan ini tiba maka giliran keluarganya yang menangis menggantikan tawa ketika melihatnya terlahir. Semakin banyak yang menangisi berarti semakin mulia hidup kita didunia.
 
 Mengapa manusia dikatakan makhluk ciptaan Tuhan yang mulia?
Di bawah ini  ada sebuah kisah mengenai manusia yang dikatakan sebagai mahkluk yang mulia,
                             Srigala Yang Cerdik
          Dahulu kala, disuatu hutan yang menjadi tempat hidupnya para binatang, tinggallah seekor srigala yang sangat cerdik dan pintar. Ia merasa sangat jengkel dan iri kepada manusia, karena manusia mendapat kehormatan sebagai makhluk yang termulia dari semua ciptaan Tuhan.
         Suatu hari ia merenung, pikirnya didalam hati : "Apakah saya kurang cerdik dari manusia, saya bisa lebih pint...ar daripada manusia bila saya mau menipu makhluk lain. Bagaimanapun juga dalam kenyataannya saya lebih bahagia dari manusia. Saya tidak bingung memikirkan pakaian yang mahal-mahal atau hiasan yang macam-macam dan berganti-ganti setiap musim. Saya lebih tahan terhadap panas dan dingin, saya tidak perlu payung untuk melindungi diri saya pada waktu hujan atau memakai kaca hitam untuk menghindari panas dimusim panas. Saya tidak memerlukan motor maupun mobil untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain, meskipun binatang-binatang memiliki semuanya ini, dan bahkan beberapa diantaranya mempunyai kualitas yang lebih tinggi, tetapi mengapa manusia dianggap lebih mulia daripada kita. Saya ingin ketidakadilan ini diselesaikan". Kemudian Si Srigala memutuskan untuk pergi kesana kemari menghasut binatang-binatang lainnya untuk bergabung dengannya. Sampai akhirnya ia bisa mengumpulkan ...binatang yang sepakat dengan dirinya. Merek bersama kemudian pergi menemui Si Gajah. Gajah yang bijaksana lalu berkata : "Saudara-saudara, memang benar apa yang kali sampaikan dan memang kata-kata kalian tidak dapat diingkari lagi. Namun agar semuanya jelas, marilah kita pergi ke hutan disebelah untuk mencari kebenaran ini. Dihutan itu tinggal seorang pendeta suci yang hidup dalam sebuah pondok, mari kita ajukan persoalan ini kepada beliau". Semua binatang-binatang setuju dengan usul Si Gajah, lalu mereka pergi menghadap pendeta suci itu.  
           Setelah melewati perjalanan panjang, mereka pun tiba ditempat pendeta itu, yang pertama berkata adalah Si Anjing : "wahai pendeta yang Suci, tuan sudah tentu mengenal saya, saya adalah simbol dari makhluk yang penuh kesetiaan dan bisa berterima kasih. Jika seseorang memukul saya seribu kali, tetapi ia memberikan saya sekali saja sedikit nasi, saya dengan patuh selalu menurut p...erintahnya selama hidup saya. Bahkan saya siap mempersembahkan jiwa raga saya untuk diabdikan kepadanya. Tetapi dalam kenyataannya manusia melupakan ribuan kali pelayanan saya kepadanya dan hanya ingat pada sekali kesalahan yang pernah saya perbuat. Begitulah jahatnya manusia, ia bisa membunuh sanak keluarganya sendiri karena sekali-sekali kesalahan yang pernah diperbuat oleh saudaranya tanpa sengaja. Demikianlah Hyang suci, dapatkah tuan mengatakan bahwa manusia itu lebih mulia dari binatang". Kemudian Sapi pun juga bertanya : "Tuan, tentu tuan mengenal saya, "Setiap hari manusia melepaskan saya di padang rumput agar saya mencari makan sendiri, terkadang ia memberikan juga saya sedikit jerami dan sekam. Sebagai imbalannya saya memberikan air susu saya. Kadang-kadang ia membiarkan anak-anak saya kelaparan, karena air susu saya diambil habis untuk diminum beserta anak-anaknya. Meskipun telah menghidupi keluarganya, ia menempatkan s...aya di lumpur yang becek, kotor dan berbau di belakang rumahnya. Ketika saya ingin menjemur diri, saya malah dicaci dan diikat. Bila saya sudah tua saya dijual kepada seorang jagal untuk disembelih. Manusia semacam itukah yang tuan puji setinggi langit. Silakan yang suci jelaskan kepada saya mengapa?"
           Sekarang Si Burung Merak berbicara ; "Tuanku, bulu saya begitu indah dan menarik sehingga salah satu tokoh pewayangan yaitu Sri Kresna sebagai penjelmaan Tuhan di dunia menggunakan bulu saya sebagai hiasan dikepala Beliau. Selain itu, Dewi Saraswati menggunakan burung Merak sebagai kendaraan Beliau, disamping itu banyak pula ahli pengobatan menggunakan bulu saya sebagai penolak dari roh jahat. Saya belum pernah mendengar baik kulit maupun rambut manusia pernah dimuliakan seperti bulu saya". Kemudian Si Anjing ikut menanyakan ; "Yang suci, bisakah manusia itu membanggakan dirinya bahwa mereka lebih daripada saya terutama dibidang penciuman. Saya dapat me...ngenali seorang dengan pasti walaupun orang itu menutup wajah dan seluruh tubuhnya. Saya dapat mencium bau suatu benda walaupum dibungkus dengan rapi dan ditutupi dalam peti".
"Tuan pertapa, bisakah manusia lebih tajam pengelihatannya dari mata saya, saya dapat melihat mangsa seekor tikus yang kecil dari jarak 1 Km", kata Si Burung Elang. Sanggupkah manusia melihat dimalam hari sama baiknya dengan melihat di siang hari seperti saya", sambung Si Kucing.
Selanjutnya Si Gajah juga bertanya: "Petapa yang agung, saya dapat melakukan pekerjaan berat dan saya memiliki tubuh yang besar. Banyak cerita-cerita yang memuji sifat-sifat dan kebaikan saya, taring dan tulang saya diubah menjadi patung-patung yang indah dan hiasan-hiasan yang mengagumkan. Pernahkah tulang manusia dipergunakan untuk mewujudkan patung Dewa seperti halnya gading dan tulang saya. Masihkan manusia mengagungkan dirinya lebih mulia dari kami"
Semua binatang-binatang itu menunggu dengan sab...arnya untuk mendengar jawaban dari pendeta suci itu. Pertapa yang sudah memperhatikan keluh kesah dan semua pertanyaan binatang tersebut lalu berkata ; "Dengarkanlah kerabatku wahai penghuni hutan, apa yang kalian katakan sungguh benar tetapi Tuhan telah menganugerahi manusia dengan pikiran. Pikiran yang bisa membedakan yang benar dari yang salah, yang baik dengan yang buruk, yang berguna dengan yang tidak berguna. Sebaliknya binatang, dirinya sepenuhnya dikuasai oleh insting. Mereka berbuat karena instingnya, tidak mempergunakan pertimbangan-pertimbangan, sedangkan manusia mereka memiliki budi. Dengan budi mereka bisa mengendalikan dorongan instingnya. Itulah kelebihan manusia dari binatang". Bagaimana kalau manusia tidak menggunakan Budi dan hati nuraninya,"tanya Si Serigala yang cerdik. Jika pikiran tidak melakukan kendali terhadap indria, dan budi tidak menuntun pikiran kearah yang benar tentu s...aja mereka menjadi lebih buruk dari binatang buas. Sebaliknya bila manusia mampu mengendalikan indria serta pikiran mereka, maka mereka akan menjadi makhluk yang termulia dari semua ciptaan Tuhan, " kata Pertapa itu. Demikianlah akhirnya para binatang biasa puas menerima jawaban dari sang Pendeta Pertapa, mengapa manusia bisa menjadi makhluk yang termulia atau sebaliknya bisa menjadi makhluk yang lebih hina daripada binatang. Akhirnya mereka pun kembali ke tempat mereka masing-masing.

(Tamat)
 
 

Selasa, 21 Februari 2012

Kumpulan Syair-Puisi

 Putaran Roda Kehidupan

Cepat langkah tiada berarah,
hilang pasrah mengundang amarah kian lama kian tak terarah. 
Berbenteng doa pemusnah dosa, 
bersih suci kini tiada bernoda. 

Memandang luas jauh disana tepancar kehidupan papa di dunia Fana,
kadang hidup terasa diatas trkadang di bawah tak beralas, 
penuh cerita terikat makna amat luas tiada batas,
sejauh mata memandang, keindahan hidup mulai terbayang. 

Dahulu engkau kuat terus mrasa hebat,, 
kini engkau lemah sehingga arah pun kian musnah.. 
Lemah ini tiada abadi ssuatu yg kuat pun akan terjadi. 
Asalkan engkau kembali menemuakn jati diri yg sejati.


Makna Dalam Makna╭╮


Memandang jauh sebuah jiwa,
menatap tajam pada laksana,
kadang indah penuh makna,
namun terkadang hina kian merana.

Cerminan hati terlihat dsana bertahta sebuah fakta dan berkata,
dengan meminta maaf setulus kata,
dari raga ini tidak akan terlihat tinggi ataupun rendah jiwa,
dan jiwa yang memaafkan memiliki hati yang sangat mulia.

Tersentuh hati menusuk jiwa, m
mendengar nasehat yang kian bermakna,
sulit dipahami termenung jua,
hingga kesadaran diri itu akhirnya tiba dan kau coba tuk memahaminya.



╥╥ Hidup Ini ╥╥


Malam tiada berbintang,
kala duka mulai terbentang, 
namun harapan pasti datang,

Serta menyambut hati yg tenang,
rindu kian mengganggu, 
ketika hdup harus menunggu seseorang yang tak menentu,

Senyum selalu menemani,
meski hidup kadang sulit dipahami, 
terus berusaha menjalani dan tak prnah berpikir untuk mengakhiri, 

Jiwa semakin sehat, 
raga ini kian menguat dan hdup makin terawat.
asalkan terus berusaha dan berdoa, yakin musnah adanya sesat
﹏﹏﹏﹏﹏

Sabtu, 12 November 2011

Wacana Permulaan

Berwacana mengenai kehidupan kita sebagai manusia yang mana merupakan mahkluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi.Maka dari itu kita psrlu untuk mempelajari dan melaksanakan ajaran agama kita. Dengan tujuan dan niat yang baik, disini telah di post untuk yang ingin mengetahui pengertian Catur Purusha Artha, Catur Warna dan Catur Asrama.

CATUR PUSURA ARTHA :
Agama Hindu memberikan tempat yang utama terhadap ajaran tentang dasar dan tujuan hidup manusia. Dalam ajaran Agama Hindu ada suatu sloka yang berbunyi: "Moksartham Jagadhita ya ca iti dharmah", yang berarti bahwa tujuan beragama adalah untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan ketentraman batin (kedamaian abadi).
Ajaran tersebut selanjutnya dijabarkan dalam konsepsi Catur Purusa Artha atau Catur Warga yang berarti empat dasar dan tujuan hidup manusia, yang terdiri dari:   
Dharma    Merupakan kebenaran absolut yang mengarahkan manusia untuk berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran agama yang menjadi dasar hidup. Dharma itulah yang mengatur dan menjamin kebenaran hidup manusia. Keutamaan dharma sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan, memberikan keteguhan budi, dan menjadi dasar dan jiwa dari segala usaha tingkah laku manusia.
Artha    Adalah kekayaan dalam bentuk materi/ benda- benda duniawi yang merupakan penunjang hidup manusia. Pengadaan dan pemilikan harta benda sangat mutlak adanya, tetapi yang perlu diingat agar kita jangan sampai diperbudak oleh nafsu keserakahan yang berakibat mengaburkan wiweka (pertimbangan rasional) tidak mampu membedakan salah ataupun benar. Nafsu keserakahan materi melumpuhkan sendi- sendi kehidupan beragama, menghilangkan kewibawaan. Bahwa artha merupakan unsur sosial ekonomi bersifat tidak kekal berfungsi selaku penunjang hidup dan bukan tujuan hidup. Artha perlu diamalkan (dana punia) bagi kepentingan kemanusiaan (fakir miskin, cacat, yatim piatu, dan lain- lain)
Kama    Adalah keinginan untuk memperoleh kenikmatan (wisaya). Kama berfungsi sebagai penunjang hidup yang bersifat tidak kekal. Manusia dalam hidup memiliki kecenderungan untuk memuaskan nafsu, tetapi sebagai makhluk berbudi ia mampu menilai perilaku mana yang baik dan benar untuk diterapkan. Dengan ungkapan lain bahwa perilaku yang baik dimaksudkan adalah selarasnya kebutuhan manusia dengan norma kebenaran yang berlaku.
Moksa    Adalah kelepasan, kebebasan atau kemerdekaan (kadyatmikan atau Nirwana) manunggalnya hidup dengan Pencipta (Sang Hyang Widhi Wasa) sebagai tujuan utama, tertinggi, dan terakhir, bebasnya Atman dan pengaruh maya serta ikatan subha asubha karma (suka tan pawali duka).
   
 
sumber
 

Catur Purusa Artha,
Bekerja dengan baik adalah bekerja sesuai dengan norma-norma Agama, Susila dan Hukum. Ketiganya terangkum dalam ajaran Catur Purusa Artha yaitu :

1. Dharma, artinya bekerja mengutamakan kepentingan masyarakat, dan sesuai dengan ajaran Agama.

2. Artha, artinya imbalan yang diperoleh dari bekerja, dalam hal ini, berupa benda-benda materi.

3. Kama, artinya pemenuhan kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, perumahan, pendidikan, dan lain-lain misalnya hiburan dan sex yang sehat.

4. Moksha, artinya pencapaian kebahagiaan lahir dan bathin, baik di dunia saat hidup maupun di nirwana kelak.

Yang perlu diperhatikan adalah :

a. Urut-urutan catur purusa artha tidak boleh ditukar-tukar dengan pengertian : artha yang diperoleh haruslah berdasarkan dharma. Kama hendaknya dilaksanakan setelah mendapat artha sebagai hasil menunaikan dharma.

b. Tiada Moksha yang bisa dicapai tanpa melalui dharma, artha dan kama.

Maka mereka yang bisa melaksanakan catur purusa artha dengan baik, pastilah mencapai mokshartam jagaditaya ca iti dharmah (secara pribadi) dan masyarakat yang individu-individunya telah mencapai mokshartam jagaditaya ca itu dharmah, menjadi masyarakat yang satyam, siwam, sundaram, masyarakat yang taat beragama, bahagia lahir-bathin, rukun damai, aman-tentram dan saling menyayangi.



Catur Purusha Arta
adalah empat kekuatan atau dasar kehidupan menuju kebahagiaan, yaitu : Dharma, Arta, Kama, dan Moksa. Urut-urutan ini merupakan tahapan-tahapan yang tidak boleh ditukar-balik karena mengandung keyakinan bahwa tiada arta yang diperoleh tanpa melalui dharma; tiada kama diperoleh tanpa melalui arta, dan tiada moksa yang bisa dicapai tanpa melalui dharma, arta, dan kama.
Dharma sebagai dasar utama mempunyai pengertian yang sangat luas. Dharma dapat diartikan sebagai mematuhi semua ajaran-ajaran Agama terlihat dari pikiran, perkataan dan perbuatan sehari-hari. Dharma juga dapat diartikan sebagai memenuhi kewajiban sesuai dengan profesi atau pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing. Misalnya dalam Manawa Dharmasastra Buku III (Tritiyo dhyayah) diatur tentang kewajiban seorang suami dan kewajiban seorang istri dalam membina rumah tangga, dimana antara lain dinyatakan bahwa seorang suami berkewajiban mencari nafkah bagi kehidupan keluarganya,sedangkan seorang istri berkewajibanengatur rumah tangga seperti merawat anak, suami, menyiapkan upacara, dll. Dalam kaitan implementasi profesi dan tanggung jawab (responsibility), sering digunakan istilah "swadharma", sehingga swadharma setiap manusia berbeda-beda menurut tugas pokoknya. Misalnya swadharma seorang dokter adalah merawat pasien sebaik-baiknya agar sembuh, swadharma seorang cleaning service adalah menjaga kebersihan dan kerapian ruangan, dll. Jadi melaksanakan dharma itulah yang utama. Setelah melaksanakan dharma dengan baik maka Hyang Widhi akan melimpahkan berkatnya berupa Arta.
Arta adalah sesuatu yang bernilai materiil yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara phisik. Arta dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Arta yang diperoleh secara langsung misalnya seseorang yang swadharmanya sebagai petani pemelihara lembu maka ia akan menikmati susu lembu itu. Arta yang diperoleh secara tidak langsung misalnya seorang Ayah yang tekun mendidik anaknya sejak kecil dengan baik sehingga dikemudian hari anaknya menjadi tokoh yang kaya dan terhormat, maka anaknya dapat merawat khidupan ayahnya dimasa tua dengan baik dan berkecukupan. Arta yang cukup dapat digunakan untuk memenuhi Kama.
Kama artinya kebutuhan hidup berupa pangan, sandang, perumahan, sosial, spiritual, kesehatan, dan pendidikan. Makin banyak arta yang diperoleh maka manusia makin leluasa memenuhi kama. Apabila dharma, arta dan kama sudah dicukupi dengan baik maka tercapailah kehidupan yang bahagia lahir dan bathin yang lazim disebut sebagai "Moksartham Jagadhitaya caiti dharmah" Pakar psycholog barat seperti Sperman dan Reven (1939) menamakan kehidupan seperti itu "Living Healthy" dimana unsur-unsur : Spiritual, Emotional, Intelectual, Phisical dan Social, dipelihara dan terpenuhi dengan baik. Bagaimanakah jika urut-urutan Catur Purushaarta itu ditukar balik, misalnya mendahulukan arta dari dharma ? Dalam keadaan ini manusia akan menempuhsegala cara untuk memperoleh arta, artinya tidak lagi berdasarkan ajaran Agama. Misalnya memperoleh ara dengan cara mencuri, menipu, merampok, korupsi, dll. Arta yang diperoleh dengan cara ini (adharma) tidak akan kekal dan akan menyengsarakan hidup dikemudian hari. Kesengsaraan itu bermacam-macam berbentuk "skala" dan "niskala" Yang berbentuk skala misalnya seorang perampok yang tertangkap akhirnya masuk penjara. Kesengsaraan niskala, misalnya seorang koruptor karena kepandaiannya berkomplot dan berkuasa, mungkin saja ia terhindar dari hukuman duniawi, tetapi kelak roh-nya akan mengalami penderitaan karena menerima hukuman Tuhan (Hyang Widhi), atau paling tidak bathinnya tidak tenang, karena merasa berdosa.

CATUR WARNA 
Kata Catur Warna berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari kata ''Catur" berarti empat dan kata "warna" yang berasal dari urat kata Wr (baca: wri) artinya memilih. Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta kwalitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat golongan yang kemudian terkenal dengan istilah Catur Warna itu ialah: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra.
Warna Brahmana.    Disimbulkan dengan warna putih, adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kerohanian keagamaan.
Warna Ksatrya.    Disimbulkan dengan warna merah adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan keamanan negara.
Warna Wesya.    Disimbulkan dengan warna kuning adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang kesejahteraan masyarakat (perekonomian, perindustrian, dan lain- lain).
Warna Sudra.    Disimbulkan dengan warna hitam adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang ketenagakerjaan.

Dalam perjalanan kehidupan di masyarakat dari masa ke masa pelaksanaan sistem Catur Warna cenderung membaur mengarah kepada sistem yang tertutup yang disebut Catur Wangsa atau Turunan darah. Pada hal Catur Warna menunjukkan pengertian golongan fungsional, sedangkan Catur Wangsa menunjukkan Turunan darah.
Catur Warna
1. Catur Warna adalah empat “warna” atau profesi manusia dalam kehidupan, yaitu:
1.    Warna (profesi) Brahmana bagi para Rohaniawan, Guru, Dosen, Yudikatif, Paramedik, Seniman, dll.
2.    Warna (profesi) Kesatrya bagi pemimpin/ pegawai Pemerintahan/ Eksekutif/ Legislatif , Polisi, TNI, dll.
3.    Warna (profesi) Wesya bagi usahawan, industriawan, pedagang jasa, dll.
4.    Warna (profesi) Sudra bagi pekerja kasar, petani, peternak, nelayan, dll.
2. Brahmana lahir dari kepala, maksudnya dalam menjalankan profesinya mereka banyak menggunakan daya pikir. Kesatrya lahir dari tangan, maksudnya dalam menjalankan profesinya mereka banyak menggunakan ketrampilan tangan.
Wesya lahir dari perut, maksudnya profesi mereka banyak berhubungan dengan pemenuhan kecukupan sandang – pangan – papan. Sudra lahir dari kaki maksudnya profesi mereka membutuhkan kekuatan jasmani.
Keempat warna itu sifatnya universal. Dalam lingkaran jalinan kehidupan, mereka saling mengisi dan mencukupi kebutuhan bersama. Filosofi Warna seperti di atas yang ada dalam kitab-kitab suci Hindu, tidak ada hubungannya dengan “kasta”.
Kasta berasal dari bahasa Portugis “Caste” adalah struktur sosial yang berjenjang dalam tatanan feodalisme dimana untuk kepentingan status-quo telah menyimpangkan filosofi Warna.

 
CATUR ASMARA

Catur Asrama adalah empat tingkatan kehidupan atas dasar keharmonisan hidup dalam ajaran Hindu. Setiap tingkatan kehidupan manusia di bedakan berdasarkan atas tugas dan kewajiban manusia dalam menjalani kehidupannya, namun terikat dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sebagai contohnya, perbedaan kewajiban antara orang tua dan anak.

•    1 Pembagian catur asrama
o    1.1 Brahmacari Asrama
o    1.2 Grhasta Asrama
o    1.3 Wanaprastha Asrama
o    1.4 Sanyasin Asrama (bhiksuka)

 Pembagian catur asrama
1. Brahmacari Asrama
Adalah tingkat masa menuntut ilmu/masa mencari ilmu. Masa Brahmacari diawali dengan upacara Upanayana dan diakhiri dengan pengakuan dan pemberian Samawartana (Ijazah).
2. Grhasta Asrama
Adalah tingkat kehidupan berumahtangga. Masa Grehasta Asrama ini adalah merupakan tingkatan kedua setelah Brahmacari Asrama. Dalam memasuki masa Grehasta diawali dengan suatu upacara yang disebut Wiwaha Samskara (Perkawinan) yang bermakna sebagai pengesahan secara agama dalam rangka kehidupan berumahtangga (melanjutkan keturunan, melaksanakan yadnya dan kehidupan sosial lainnya).
3. Wanaprastha Asrama
Merupakan tingkat kehidupan ketiga. Dimana berkewajiban untuk menjauhkan diri dari nafsu keduniawian. Pada masa ini hidupnya diabdikan kepada pengamalan ajaran Dharma. Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah berkurang, melainkan ia mencari dan mendalami arti hidup yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/moksa dipraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari.
4. Sanyasin Asrama (bhiksuka)
Merupakan tingkat terakhir dari catur asrama, di mana pengaruh dunia sama sekali lepas. Mengabdikan diri pada nilai-nilai dari keutamaan Dharma dan hakekat hidup yang benar. Pada tingkatan ini, ini banyak dilakukan kunjungan (Dharma yatra, Tirtha yatra) ke tempat suci, di mana seluruh sisa hidupnya hanya diserahkan kepada Sang Pencipta untuk mencapai Moksa.