Berwacana mengenai kehidupan kita sebagai manusia yang mana merupakan mahkluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi.Maka dari itu kita psrlu untuk mempelajari dan melaksanakan ajaran agama kita. Dengan tujuan dan niat yang baik, disini telah di post untuk yang ingin mengetahui pengertian Catur Purusha Artha, Catur Warna dan Catur Asrama.
CATUR PUSURA ARTHA :
Agama Hindu memberikan tempat yang utama terhadap ajaran tentang dasar dan tujuan hidup manusia. Dalam ajaran Agama Hindu ada suatu sloka yang berbunyi: "Moksartham Jagadhita ya ca iti dharmah", yang berarti bahwa tujuan beragama adalah untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan ketentraman batin (kedamaian abadi).
Ajaran tersebut selanjutnya dijabarkan dalam konsepsi Catur Purusa Artha atau Catur Warga yang berarti empat dasar dan tujuan hidup manusia, yang terdiri dari:
Dharma Merupakan kebenaran absolut yang mengarahkan manusia untuk berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran agama yang menjadi dasar hidup. Dharma itulah yang mengatur dan menjamin kebenaran hidup manusia. Keutamaan dharma sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan, memberikan keteguhan budi, dan menjadi dasar dan jiwa dari segala usaha tingkah laku manusia.
Artha Adalah kekayaan dalam bentuk materi/ benda- benda duniawi yang merupakan penunjang hidup manusia. Pengadaan dan pemilikan harta benda sangat mutlak adanya, tetapi yang perlu diingat agar kita jangan sampai diperbudak oleh nafsu keserakahan yang berakibat mengaburkan wiweka (pertimbangan rasional) tidak mampu membedakan salah ataupun benar. Nafsu keserakahan materi melumpuhkan sendi- sendi kehidupan beragama, menghilangkan kewibawaan. Bahwa artha merupakan unsur sosial ekonomi bersifat tidak kekal berfungsi selaku penunjang hidup dan bukan tujuan hidup. Artha perlu diamalkan (dana punia) bagi kepentingan kemanusiaan (fakir miskin, cacat, yatim piatu, dan lain- lain)
Kama Adalah keinginan untuk memperoleh kenikmatan (wisaya). Kama berfungsi sebagai penunjang hidup yang bersifat tidak kekal. Manusia dalam hidup memiliki kecenderungan untuk memuaskan nafsu, tetapi sebagai makhluk berbudi ia mampu menilai perilaku mana yang baik dan benar untuk diterapkan. Dengan ungkapan lain bahwa perilaku yang baik dimaksudkan adalah selarasnya kebutuhan manusia dengan norma kebenaran yang berlaku.
Moksa Adalah kelepasan, kebebasan atau kemerdekaan (kadyatmikan atau Nirwana) manunggalnya hidup dengan Pencipta (Sang Hyang Widhi Wasa) sebagai tujuan utama, tertinggi, dan terakhir, bebasnya Atman dan pengaruh maya serta ikatan subha asubha karma (suka tan pawali duka).
sumber
Catur Purusa Artha,
Bekerja dengan baik adalah bekerja sesuai dengan norma-norma Agama, Susila dan Hukum. Ketiganya terangkum dalam ajaran Catur Purusa Artha yaitu :
1. Dharma, artinya bekerja mengutamakan kepentingan masyarakat, dan sesuai dengan ajaran Agama.
2. Artha, artinya imbalan yang diperoleh dari bekerja, dalam hal ini, berupa benda-benda materi.
3. Kama, artinya pemenuhan kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, perumahan, pendidikan, dan lain-lain misalnya hiburan dan sex yang sehat.
4. Moksha, artinya pencapaian kebahagiaan lahir dan bathin, baik di dunia saat hidup maupun di nirwana kelak.
Yang perlu diperhatikan adalah :
a. Urut-urutan catur purusa artha tidak boleh ditukar-tukar dengan pengertian : artha yang diperoleh haruslah berdasarkan dharma. Kama hendaknya dilaksanakan setelah mendapat artha sebagai hasil menunaikan dharma.
b. Tiada Moksha yang bisa dicapai tanpa melalui dharma, artha dan kama.
Maka mereka yang bisa melaksanakan catur purusa artha dengan baik, pastilah mencapai mokshartam jagaditaya ca iti dharmah (secara pribadi) dan masyarakat yang individu-individunya telah mencapai mokshartam jagaditaya ca itu dharmah, menjadi masyarakat yang satyam, siwam, sundaram, masyarakat yang taat beragama, bahagia lahir-bathin, rukun damai, aman-tentram dan saling menyayangi.
Catur Purusha Arta
adalah empat kekuatan atau dasar kehidupan menuju kebahagiaan, yaitu : Dharma, Arta, Kama, dan Moksa. Urut-urutan ini merupakan tahapan-tahapan yang tidak boleh ditukar-balik karena mengandung keyakinan bahwa tiada arta yang diperoleh tanpa melalui dharma; tiada kama diperoleh tanpa melalui arta, dan tiada moksa yang bisa dicapai tanpa melalui dharma, arta, dan kama.
Dharma sebagai dasar utama mempunyai pengertian yang sangat luas. Dharma dapat diartikan sebagai mematuhi semua ajaran-ajaran Agama terlihat dari pikiran, perkataan dan perbuatan sehari-hari. Dharma juga dapat diartikan sebagai memenuhi kewajiban sesuai dengan profesi atau pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing. Misalnya dalam Manawa Dharmasastra Buku III (Tritiyo dhyayah) diatur tentang kewajiban seorang suami dan kewajiban seorang istri dalam membina rumah tangga, dimana antara lain dinyatakan bahwa seorang suami berkewajiban mencari nafkah bagi kehidupan keluarganya,sedangkan seorang istri berkewajibanengatur rumah tangga seperti merawat anak, suami, menyiapkan upacara, dll. Dalam kaitan implementasi profesi dan tanggung jawab (responsibility), sering digunakan istilah "swadharma", sehingga swadharma setiap manusia berbeda-beda menurut tugas pokoknya. Misalnya swadharma seorang dokter adalah merawat pasien sebaik-baiknya agar sembuh, swadharma seorang cleaning service adalah menjaga kebersihan dan kerapian ruangan, dll. Jadi melaksanakan dharma itulah yang utama. Setelah melaksanakan dharma dengan baik maka Hyang Widhi akan melimpahkan berkatnya berupa Arta.
Arta adalah sesuatu yang bernilai materiil yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara phisik. Arta dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Arta yang diperoleh secara langsung misalnya seseorang yang swadharmanya sebagai petani pemelihara lembu maka ia akan menikmati susu lembu itu. Arta yang diperoleh secara tidak langsung misalnya seorang Ayah yang tekun mendidik anaknya sejak kecil dengan baik sehingga dikemudian hari anaknya menjadi tokoh yang kaya dan terhormat, maka anaknya dapat merawat khidupan ayahnya dimasa tua dengan baik dan berkecukupan. Arta yang cukup dapat digunakan untuk memenuhi Kama.
Kama artinya kebutuhan hidup berupa pangan, sandang, perumahan, sosial, spiritual, kesehatan, dan pendidikan. Makin banyak arta yang diperoleh maka manusia makin leluasa memenuhi kama. Apabila dharma, arta dan kama sudah dicukupi dengan baik maka tercapailah kehidupan yang bahagia lahir dan bathin yang lazim disebut sebagai "Moksartham Jagadhitaya caiti dharmah" Pakar psycholog barat seperti Sperman dan Reven (1939) menamakan kehidupan seperti itu "Living Healthy" dimana unsur-unsur : Spiritual, Emotional, Intelectual, Phisical dan Social, dipelihara dan terpenuhi dengan baik. Bagaimanakah jika urut-urutan Catur Purushaarta itu ditukar balik, misalnya mendahulukan arta dari dharma ? Dalam keadaan ini manusia akan menempuhsegala cara untuk memperoleh arta, artinya tidak lagi berdasarkan ajaran Agama. Misalnya memperoleh ara dengan cara mencuri, menipu, merampok, korupsi, dll. Arta yang diperoleh dengan cara ini (adharma) tidak akan kekal dan akan menyengsarakan hidup dikemudian hari. Kesengsaraan itu bermacam-macam berbentuk "skala" dan "niskala" Yang berbentuk skala misalnya seorang perampok yang tertangkap akhirnya masuk penjara. Kesengsaraan niskala, misalnya seorang koruptor karena kepandaiannya berkomplot dan berkuasa, mungkin saja ia terhindar dari hukuman duniawi, tetapi kelak roh-nya akan mengalami penderitaan karena menerima hukuman Tuhan (Hyang Widhi), atau paling tidak bathinnya tidak tenang, karena merasa berdosa.
CATUR WARNA
Kata Catur Warna berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari kata ''Catur" berarti empat dan kata "warna" yang berasal dari urat kata Wr (baca: wri) artinya memilih. Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta kwalitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat golongan yang kemudian terkenal dengan istilah Catur Warna itu ialah: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra.
Warna Brahmana. Disimbulkan dengan warna putih, adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kerohanian keagamaan.
Warna Ksatrya. Disimbulkan dengan warna merah adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan keamanan negara.
Warna Wesya. Disimbulkan dengan warna kuning adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang kesejahteraan masyarakat (perekonomian, perindustrian, dan lain- lain).
Warna Sudra. Disimbulkan dengan warna hitam adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang ketenagakerjaan.
Dalam perjalanan kehidupan di masyarakat dari masa ke masa pelaksanaan sistem Catur Warna cenderung membaur mengarah kepada sistem yang tertutup yang disebut Catur Wangsa atau Turunan darah. Pada hal Catur Warna menunjukkan pengertian golongan fungsional, sedangkan Catur Wangsa menunjukkan Turunan darah.
Catur Warna
1. Catur Warna adalah empat “warna” atau profesi manusia dalam kehidupan, yaitu:
1. Warna (profesi) Brahmana bagi para Rohaniawan, Guru, Dosen, Yudikatif, Paramedik, Seniman, dll.
2. Warna (profesi) Kesatrya bagi pemimpin/ pegawai Pemerintahan/ Eksekutif/ Legislatif , Polisi, TNI, dll.
3. Warna (profesi) Wesya bagi usahawan, industriawan, pedagang jasa, dll.
4. Warna (profesi) Sudra bagi pekerja kasar, petani, peternak, nelayan, dll.
2. Brahmana lahir dari kepala, maksudnya dalam menjalankan profesinya mereka banyak menggunakan daya pikir. Kesatrya lahir dari tangan, maksudnya dalam menjalankan profesinya mereka banyak menggunakan ketrampilan tangan.
Wesya lahir dari perut, maksudnya profesi mereka banyak berhubungan dengan pemenuhan kecukupan sandang – pangan – papan. Sudra lahir dari kaki maksudnya profesi mereka membutuhkan kekuatan jasmani.
Keempat warna itu sifatnya universal. Dalam lingkaran jalinan kehidupan, mereka saling mengisi dan mencukupi kebutuhan bersama. Filosofi Warna seperti di atas yang ada dalam kitab-kitab suci Hindu, tidak ada hubungannya dengan “kasta”.
Kasta berasal dari bahasa Portugis “Caste” adalah struktur sosial yang berjenjang dalam tatanan feodalisme dimana untuk kepentingan status-quo telah menyimpangkan filosofi Warna.
CATUR ASMARA
Catur Asrama adalah empat tingkatan kehidupan atas dasar keharmonisan hidup dalam ajaran Hindu. Setiap tingkatan kehidupan manusia di bedakan berdasarkan atas tugas dan kewajiban manusia dalam menjalani kehidupannya, namun terikat dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sebagai contohnya, perbedaan kewajiban antara orang tua dan anak.
• 1 Pembagian catur asrama
o 1.1 Brahmacari Asrama
o 1.2 Grhasta Asrama
o 1.3 Wanaprastha Asrama
o 1.4 Sanyasin Asrama (bhiksuka)
Pembagian catur asrama
1. Brahmacari Asrama
Adalah tingkat masa menuntut ilmu/masa mencari ilmu. Masa Brahmacari diawali dengan upacara Upanayana dan diakhiri dengan pengakuan dan pemberian Samawartana (Ijazah).
2. Grhasta Asrama
Adalah tingkat kehidupan berumahtangga. Masa Grehasta Asrama ini adalah merupakan tingkatan kedua setelah Brahmacari Asrama. Dalam memasuki masa Grehasta diawali dengan suatu upacara yang disebut Wiwaha Samskara (Perkawinan) yang bermakna sebagai pengesahan secara agama dalam rangka kehidupan berumahtangga (melanjutkan keturunan, melaksanakan yadnya dan kehidupan sosial lainnya).
3. Wanaprastha Asrama
Merupakan tingkat kehidupan ketiga. Dimana berkewajiban untuk menjauhkan diri dari nafsu keduniawian. Pada masa ini hidupnya diabdikan kepada pengamalan ajaran Dharma. Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah berkurang, melainkan ia mencari dan mendalami arti hidup yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/moksa dipraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari.
4. Sanyasin Asrama (bhiksuka)
Merupakan tingkat terakhir dari catur asrama, di mana pengaruh dunia sama sekali lepas. Mengabdikan diri pada nilai-nilai dari keutamaan Dharma dan hakekat hidup yang benar. Pada tingkatan ini, ini banyak dilakukan kunjungan (Dharma yatra, Tirtha yatra) ke tempat suci, di mana seluruh sisa hidupnya hanya diserahkan kepada Sang Pencipta untuk mencapai Moksa.